Liang Kabori (Liang Manusia Purba)

April 21, 2012

ImageSembilan Liang Bergambar, Pemberian Nama Liang Berdasarkan Lukisan dan  Bentuk

Di Muna, ada banyak peninggalan zaman pra sejarah. Namun yang paling terkenal adalah Liang (gua) Kabori, bahkan hingga ke mancanegara.
Awaluddin Usa, Raha

Letak gua itu persis sama dengan nama Desa, Liang Kabori. Meski secara geografis berdekatan dengan Kecamatan Watoputeh, namun Liang Kabori masuk wilayah administrasi Kecamatan Lohia (lokasi permandian Napabale), berjarak sekitar 17 kilometer dari Kota Raha dengan jarak tempuh 30  menit waktu normal. Hanya saja akses jalan yang rusakmembuat lama perjalanan bisa hingga 50 menit.

Bila berangkat dari Kota Raha, menempuh sekitar delapan kilometer poros Raha-Watoputeh. Lalu masuk ke desa Mabodo, sekitar lima kilometer. Ketika masuk gerbang Desa Liang Kabori, pengunjung masih harus menempuh perjalanan sekitar  tiga kilometer ke obyek peninggalan prasejarah tersebut.
   
Saat masuk wilayah itu, sebaiknya jangan buru-buru ke lokasi gua. Sebab warga sekitar akan mencegat pendatang dan menanyakan tujuan. Bila hendak ke gua akan diarahkan bertemu La Hada, pemandu sekaligus penjaga liang tersebut. Pria berusia sekitar 70 tahun itulah yang nantinya memandu dan mengantar anda melihat gua-gua di Liang Kabori. Hal tersebut boleh jadi berhubungan dengan kepercayaan mistis. Gua-gua itu memiliki ''penunggu''.  Meski berusia uzur, La Hada masih memiliki stamina untuk naik dan turun bukit. Dari pria tersebut, wartawan koran ini banyak mendapat informasi keberadaan peninggalan pra sejarah di Liang Kabori.
   
Dari rumah La Hada yang terletak di sisi kiri gerbang masuk Liang Kabori, harus menempuh perjalanan tiga kilometer. Di sepanjang jalan, terdapat puluhan bukit-bukit batu kapur. Hal tersebut menjadi panorama tersendiri. Semakin jauh perjalanan, jalan aspal kian menyempit. Hanya seukuran kendaraan roda empat. Saat memasuki kawasan gua, terdapat tulisan selamat datang di obyek wisata gua Metanduno dan Liang Kabori. Pemerintah memang pernah membuat jalan setapak yang sudah ditumbuhi lumut untuk menjangkau gua-gua tersebut. Gua pertama, Liang Metanduno yang berkedalaman sekitar lima meter dan lebar mencapai 10 meter bahkan lebih. Di Liang tersebut terdapat ratusan gambar jejak peradaban prasejarah dan didominasi gambar hewan dan manusia yang berburu. Ada juga gambar manusia tanpa kepala. " Di Metanduno ini terdapat 310 gambar," ungkap La Hada.
   
Diperkirakan gambar-gambar tersebut dibuat abad ke 12. " Itu berdasarkan hasil penelitian nasional," jawabnya. Pembuatan ornamen itu sendiri dari tanah liat dicampur getah pohon, sehingga tidak pudar dan hilang hingga kini. " Ada yang mencoba menghapus, namun tak bisa. Tapi itu terjadi saat gua-gua di sini belum mendapat perhatian dari pemerintah," terangnya. Pria yang sudah pernah mengunjungi Hongkong mengikuti festival layang-layang tersebut mengatakan, terdapat puluhan gua dan ceruk di Desa Liang Kabori. Yang diingatnya, sepuluh liang dan ceruk memiliki lukisan dan 23 gua tanpa lukisan. "Gua-gua tersebut menjadi tempat tinggal mereka (manusia purba). Sepuluh liang dan ceruk bergambar yaitu, Metanduno 310 lukisan, Liang Kabori 130 lukisan, Lakolambu 60 lukisan,  Toko 58 lukisan, Wabose 48 lukisan, La Tanggara tujuh lukisan, Pamisa 300 lukisan, Lasaba 35 lukisan, Pinda 50 lukisan dan liang Sugi Patani juga tujuh lukisan. Khusus di liang Sugi Patani, terdapat lukisan layang-layang, yang kemudian menjadi klaim bila layangan tertua di dunia berasal dari Pulau Muna. Sementara gua tanpa lukisan, diantaranya liang Kantinale, Kawe, Kantaweri, Palola, Watotoru dan masih banyak lagi.
  
 Antara gua satu dan lainnya saling berdekatan, kecuali liang Sugi Patani yang berada diketinggian dan berjarak dua kilometer dari Metanduno. Kata La Hada, pemberian nama liang dan ceruk berdasarkan lukisan dan bentuk gua. Metanduno disebut gua bagi kaum laki-laki karena berisi lukisan bertanduk, sementara Liang Kabori, disebut gua perempuan karena terdapat lukisan perempuan. Contoh lainnya, liang Kasampukoro, karena untuk masuk, harus dengan merayap.

" Metanduno dan Kabori menjadi liang induk karena ukuran yang luas dan menjadi tempat tinggal," tutur La Hada.  Tidak jauh dari Liang Kabori, terdapat ceruk Ida Malanga yang terdapat beberapa gambar orang. Untuk menjaga kebersihan gua tersebut pemerintah menyiapkan beberapat tempat sampah di setiap liang. Namun, masih saja terdapat sampah berhamburan. Bagi wisatawan yang berkunjung, pemerintah sebenarnya membuat tempat peristirahatan. Namun kini kondisinya, sebagian sudah rusak.

Komentar

  1. Muna mempuanyai banyak situs sejarah, saya suport, mas andi melauncing ini ke publik. Daerah terbantu untuk lebih dikenal Luas.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer